Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah Kerajaan Samudera
Pasai yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir Timur
Laut Aceh. Kemunculannya sebagai Kerajaan Islam di perkirakan mulai awal atau
pertengahan abad ke-13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah
pantai yang pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7, ke-8,
dan seterusnya. Bukti berdirinya Kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-13 itu
didukung oleh adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudera Pasai. Dari
nisan itu, dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal pada bulan
Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Malik Al-Saleh, raja pertama itu, merupakan pendiri kerajaan
tersebut. Hal itu diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat
Melayu, dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan
sarjana-sarjana Barat, khususnya para sarjana Belanda, seperti Snouck
Hurgronye, J.P. Molquette, J.L. Moens, J. Hushoff Poll dan lain-lain.
Dari segi peta politik, kemunculan kerajaan Samudera Pasai
sejalan dengan suramnya peranan maritime kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya
memegang peranan penting dikawasan Sumatera dan sekelilingnya.
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai, disebutkan gelar Malik
Al-Saleh sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk Islam
berkat pertemuannya dengan Syeikh Islamil, seorang utusan Syarif Mekah, yang
kemudian memberinya gelar Sultan Malik Al-Saleh. Nisan kubur itu didapatkan di
Gampong Samudera bekas kerajaan Samudera Pasai tersebut.
Merah Selu adalah putra Merah Gajah. Nama Merah merupakan
gelar bangsawan yang lazim di Sumatera Utara. Selu kemungkinan berasal dari
kata sungkala yang aslinya berasal dari Sanskrit Chula. Kepemimpinannya
yang menonjol menempatkan dirinya menjadi raja.
Dari hikayat itu, dapat petunjuk bahwa tempat pertama
sebagai pusat kerajaan Samudera Pasai adalah Muara Sungai Peusangan, sebuah
sungai yang cukup panjang dan lebar disepanjang jalur pantai yang memudahkan
perahu-perahu dan kapal-kapal mengayuhkan dayugnya ke pedalaman dan sebaliknya.
Ada dua kota yang terletak bersebrangan di muara sungai Peusangan itu, Pasai
dan Samudera. Kota Samudera terletak agak lebih ke pedalaman, sedangkan kota
Pasai terletak lebih ke muara. Di tempat yang terakhir inilah terletak beberapa
makan raja-raja.
Pendapat bahwa Islam sudah berkembang di sana sejak awal
abad ke-13M, didukung oleh berita Cina dan pendapat Ibn Batutah, seorang
pengembara terkenal dari Maroko, yang pada pertengahan abad ke-14 M mengunjungi
Samudera Pasai dalam perjalanannya dari Delhi ke Cina. Ketika itu Samudera
Pasai diperintah oleh Sultan Malik Al-Zahir, putra Sultan Malik Al-Saleh.
Menurut smber-sumber Cina, pada awal tahun 1282 M kerajaan kecil sa-mu-ta-la
(samudera) mengirim kepada raja Cina duta-duta yang disebut dengan nama-nama
muslim yaitu Hesein dan Sulaiman. Ibn Batutah menyatakan bahwa Islam sudah
hamper satu abad lamanya disiarkan di sana. Ia meiwayatkan kesalehan,
kerendahan hati, dan semangat keagamaan rajanya yang seperti rakyaktnya,
menigkuti madzhab Syafi’i. berdasarkan beritanya pula, kerajaan Samudera Pasai
ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan tempat berkumpul ulama-ulama
dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan
keduniaan.
Dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritime ini,
tidak mempunyai basis agraris. Basis perekonomiannya adalah perdagangan dan
pelayaran. Pengawasan terhadap perdagangan dan pelayaran itu merupakan
sendi-sendi kekuasaan yang memungkinkan kerajaan memperoleh penghasilan dan
pajak yang besar. Tome Pires menceritakan, di Pasai ada mata uang dirham.
Dikatakannya bahwa setiap kapal yang membawa barang-barang dari Barat dikenakan
pajak 6%. Samudera Pasai pada waktu itu ditinjau dari segi geografis dan social
ekonomi, memang merupakan suatu daerah yang penting sebagai penghubung antara
pusat-pusat perdagangan yang terdapat di kepulauan Indonesia, India, Cina, dan
Arab. Ia merupakan pusat perdagangan yang sangat penting. Adanya mata uang itu
membutikan bahwa kerajaan in pada saat itu merupakan kerajaan yang makmur.
Mata uang dirham dari kerajaan Samudera Pasai tersebut
pernah diteliti oleh K.H.J Cowan untuk menunjukkan bukti-bukti sejarah
raja-raja Pasai. Mata uang tersebut menggunakan nama-nama Sultan Alauddin,
Sultan Manshur Malik Al-Zahir, Sultan Abu Zaid, dab Abdullah. Pada tahun 1973
M, ditemukan lagi 11 mata uang dirham diantaranya bertuiskan nama Sultan
Muhammad Malik Al-Zahir, Sultan Ahmad, dan Sultan Abdullah, semuanya adalah
raja-raja Samudera Pasai pada abad ke-14 dan 15 M.
Kerajaan Samudera Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M.
pada tahun 1521 M, kerajaan ini ditaklukkan oleh Portugis yang mendudukinya
selama tiga tahun, kemudian tahun 1524 M dianeksasi oleh raja Aceh, Ali
Mughayatsyah. Selanjutnya, kerajaan Samudera Pasai berada di bawah pengaruh
kesultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam.
Posting Komentar untuk "Kerajaan Samudera Pasai"